Sejarah Pemanfaatan Tanah dan Pengelolaan Pantai Sanglen
Written by walhijogja
19 Desember 2024
Pantai Sanglen memiliki sejarah panjang tentang apa yang telah dikerjakan dan dilakukan hingga menjadi seperti saat ini. Layaknya sebuah ruang publik, tempat itu bukan datang dari ruang hampa dan tiba-tiba menjelma seperti yang hendak direbut oleh Kasultanan, Obelix, dan Pemerintah Desa Kemadang hari ini. Pantai Sanglen secara sejarah dulunya bukan seperti yang kita saksikan saat ini, tetapi hutan atau oleh warga disebut sebagai alas. Berdasarkan penuturan warga, pada periode tahun 1950an dilakukan babad alas oleh salah seorang warga.
Sebelum melakukan babad alas, dulunya warga tersebut hanya mencari ikan untuk kebutuhan kesehariannya. Tetapi, seiring berjalannya waktu baru kemudian dilakukan babad alas. Hal tersebut dilakukan dengan waktu yang tidak sebentar, butuh waktu bertahun-tahun untuk ia melakukannya. Lepas babad alas dilakukan, pada periode tahun 1987an, warga tersebut melakukan aktivitas lainnya. Aktivitas tersebut dapat di prediksi sebagaimana masyarakat pedesaan jawa pada umum, yakni bertani. Pertanian yang dilakukan juga menyesuaikan dengan kondisi geografis Gunungkidul, yaitu didominasi oleh tanaman jenis palawija.
Bentuk pemanfaatan lahan melalui pertanian ini memiliki keeratan yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan bagi masyarakat pedesaan. Hal ini mengisyaratkan bahwa faktor kertergantungan terhadap pemanfaatan Pantai Sanglen sudah terjadi sejak zaman nenek moyang mereka.
Secara spesifik, tanaman palawija yang ditanam pertama kali adalah kacang-kacangan. Akvitas bertani yang dilakukan salah seorang warga tersebut memang tidak berjalan lama karena kondisi fisiknya semakin menua. Kemudian, aktivitas selanjutnya diteruskan oleh anaknya yang juga melakukan aktivitas bertani pada periode tahun 1990an. Usaha-usaha memanfaatkan lahan di Pantai Sanglen yang dilakukan oleh penerusnya tidak hanya berhenti pada menanam kacang-kacangan, tetapi menaman tanam lainnya, yakni tanaman cemara udang. Aktivitas menanam cemara udang itu dilakukan pada periode tahun 2002. Artinya, pemanfaatan tanah terus menerus dilakukan oleh warga demi memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tahun 2009 juga masih tidak luput dari pengelolaan yang dilakukan oleh warga. Aktivitas pertanian masih mendominasi disini, sekalipun warga harus membayar upeti – pajak. Adanya warga yang membayar upeti kepada desa dapat diartikan bahwa desa mengakui jika ada bentuk pengelolaan lahan oleh warga. Pemerintah desa dan kasultanan seharusnya menyadari adanya pemanfaatan lahan oleh warga ini.
Periode tahun 2016 berangkat belum adanya akses jalan yang memadai untuk menuju Pantai Sanglen, maka dilakukan pembangunan jalan oleh dua orang warga. Terdapat dua jalan yang telah dibangun, pertama jalan yang sederhana – disebut terjal dan kedua jalan landani. Hal itu dilakukan guna memudahkan ketika hendak menuju Pantai Sanglen. Pada tahun yang sama, terdapat bentuk transisi dari bertani menuju aktivitas ekonomi mulai dijalankan oleh beberapa warga. Setidaknya terdapat empat orang warga yang memulai menjalankan aktvitas ekonomi mereka dengan beragam jenis dagangan. Hingga pada tahun 2022, penggusuran dilakukan oleh Kasultanan, Desa kemadang, dan Obelix.
Periode tahun 2024, 7 (tujuh) orang warga kembali menjalankan aktivitas ekonominya karena memerlukan tambahan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun, kembali menggalami penggusuran paksa oleh aktor yang sama pula dengan tahun 2022, bahkan hingga mendapatkan ancaman. Ancaman tersebut ialah akan dipenjarakan jika enggan meninggalkan Pantai Sanglen. Penggusuran paksa tentu memiliki dampak signifikan untuk warga. Padahal mereka hendak menambah pendapatan di tengah himpitan pendapatan rendah karena hanya mengandalkan sumber ekonomi dari bertani, itupun jika tidak merugi akibat kekeringan. Kini warga korban penggusuran tersebut, hanya mengandalkan sumber ekonomi dari pertanian dan menjadi buruh harian lepas. Arogansi dari Kasultanan, Desa Kemadang, dan Obelix ini sungguh mengabaikan sejarah panjang pemanfaatan tanah dan pengelolaan Pantai Sanglen.
Kesemua periode sejarah pengelolaan Pantai Sanglen telah menunjukan bahwa tempat tersebut bukanlah ruang kosong. Warga telah memulai kehidupan mereka di Pantai Sanglen puluhan tahun lalu dan sejak saat itu juga, berbekal pengetauan yang dimiliki, mereka terus mengelola ruang tersebut. Jadi, pernyataan bahwa pantai tersebut sebelumnya tidak ada warga yang mengelola adalah argumetasi naif dan tidak menilisik serta memahami sejarah pengelolaan warga secara benar.
Related Articles
Related
Follow Us
Join
Subscribe For Updates
Dapatkan update berita terbaru seputar analisis, siaran pers, serta beberapa hasil publikasi lainnya dari kami.
WALHI YOGYAKARTA
- Beranda
- analisis
- tentang kami