
WALHI dan FPG Tolak Pembuangan Sampah di Pantai Pandansari

Written by walhijogja
19 Januari 2025
Pada bulan Januari 2025, WALHI Yogyakarta melakukan investigasi di wilayah pantaiPandansari, kelurahan Gadingsari, Kabupaten Bantul bersama warga yang tergabung dalam Forum Peduli Gadingsari (FPG). FPG mengeluhkan tindakan serampangan yang dilakukan oleh DLH Bantul. DLH Bantul telah melakukan “kejahatan lingkungan” dengan melakukan pembuangan sampah di Pantai Pandansari. Proses pembuangan sampah yang dilakukan oleh DLH Bantul diklaim sebagai bentuk pengelolaan TPSS (Tempat Pengelolaan Sampah Sementara), sementara pada berbagai kebijakan pengelolaan sampah mulai dari Undang-Undang nomor 18 tahun 2008 hingga peraturan-peraturan turunannya tidak ada istilah tersebut. Pada implementasinya adanya TPSS di Bantul mengakibatkan permasalahan di wilayah pemukiman dan wilayah-wilayah yang seharusnya bukan peruntukannya.
Sekitar 100 Meter dari Bibir Pantai Pandansari, Kelurahan Gedangsari, Kab. Bantul terdapat lubang luas dengan lapisan yang diklaim oleh DLH Kab. Bantul sebagai geomembran. Lubang tersebut setengahnya telah berisi sampah-sampah yang ditimbun dengan pasir pantai.

Tetapi di sisi lain masih terdapat lubang menganga yang telah terendam air, pasca hujan di wilayah tersebut. TPSS yang berada di pantai Pandansari tersebut merupakan titik sampah kedua di wilayah Sanden setelah sebelumnya DLH Kabupaten Bantul melakukan pembuangan di wilayah Wonoroto. Mereka memprotes tindakan yang dilakukan oleh DLH karena pembuangan TPSS tersebut tidak melakukan sosialisasi secara terbuka. Perihal kedua yang menjadi permasalahan adalah tidak adanya kajian AMDAL mengingat terdapat tingginya potensi pencemaran yang juga dapat meningkatkan jumlah sampah laut.
“Saya mau cerita soal TPSS Wonoroto, itu yang pertama itu diisi sekitar hamper ratusan bunker itu bahkan dalam sebulan, itu sudah kita sanggah, sudah kita protes tapi tetap DLH nya bersikeras membuang, kemudian ini diulang di kedua di TPSS Pandansari, menurut saya itu ilegal karena tidak ada sosialisasi ataupun dokumen AMDAL” Jelas, Heryanto perwakilan dari FPG saat ditemui WALHI Yogyakarta.
Penutupan dan penumpukan sampah di depo-depo di wilayah perkotaan, kemunculan TPS-TPS liar di w ilayah sekitar Bantul, dan semakin meruncingnya permasalahan sosial akibat kemunculan TPS liar, hingga semakin masifnya pembakaran sampah di wilayah-wilayah-wilayah padat penduduk, merupakan bentuk dari kegagalan pemprov DIY dalam mengintegrasikan dan melakukan koordinasi kepada jajaran-jajaran di bawahnya.
Kegagalan pemprov DIY dalam mengintegrasikan pengolahan sampah tersebut, juga berimbas pada peningkatan beban bagi masyarakat maupun OPD di wilayah kabupaten lain. Salah satu kabupaten yang paling berimbas adalah Bantul.
Menurut keterangan perwakilan dari FPG, Hariyanto menyatakan bahwa DLH menggunakan pantai Pandansari untuk pembuangan sementara. Pembuangan dilakukan selama satu minggu. Tetapi, pasca adanya pembuangan tersebut, sampah-sampah yang ada di pantai Pandansari dibiarkan dengan lubang menganga begitu saja. Padahal lokasi tersebut merupakan tempat pariwisata. Mereka mengkhawatirkan apabila dibiarkan seperti itu akan membahayakan wisatawan, warga, atau anak-anak. Selain itu potensi dampak lingkungannya yang menjadi kekhawatiran FPG mengingat lokasinya yang dekat dengan pantai:
“Jelas tata kelola sampahnya itu jelas. Tidak boleh sembarangan dan mencemari lingkungan orang tinggal. Itu air lindi nya itu wong tanah biasa aja ngalir apalagi hujan. Ini sudah berbulan-bulan hujan. Pasti ngalir mana pasir lagi. Terus ini garis dari sepanjang pantainya cuman 100 meter mas dari pantai. Artinya apa, kalau seandainya terjadi abrasi atau apa, tsunami atau apa masuk kesitu, bubar. Sampahnya udah berhari-hari. Gitu Mas” Terang perwakilan FPG tersebut
Lubang TPS tersebut berada di wilayah berpasir, sehingga mempunyai potensi yang sangat rawan mengingat karakteristik tanah pasir di pantai mempunyai permeabilitas tinggi dan rentan terhadap erosi. Secara umum tanah pasir di pesisir pantai mempunyai permeabilitas tinggi sehingga sangat mudah dilalui air. Kedua, tanah dengan pasir di pesisir pantai mempunyai tingkat kerentanan tinggi terhadap erosi. Karakteristik Tingginya permeabilitas yang membuat tanah berpasir mudah menyerap air, dengan adanya lobang bekas sampah eksisting yang tidak diolah dapat menghasilkan lindi. Air lindi tersebut dapat sangat mudah meresap pada tanah berpasir yang dapat mempengaruhi kualitas air di sekitar pantai Pandansari. Kedua adalah potensi tingkat kerentanan yang tinggi terhadap erosi. Sampah-sampah yang dibiarkan sangat dekat dengan pantai, dapat berpotensi terbawa angin dan air laut.
Berdasarkan hasil temuan dan obrolan dengan FPG yang menolak pembuangan sampah di Pantai Pandansari, Maka WALHI dan FPG menuntut untuk: 1) Hentikan pembangunan TPSS di pantai Pandansari dan seluruh wilayah di Bantul; 2) Pemerintah Daerah segera memindahkan sampah-sampah eksisting di wilayah-wilayah yang bukan peruntukannya termasuk pantai Pandansari; 3) Pemerintah provinsi melakukan evaluasi yang komprehensif terhadap program TPSS yang dilakukan oleh DLH Bantul;

Rekomendasi
- Hentikan pembangunan TPSS di pantai Pandansari dan seluruh wilayah di Bantul;
- Pemerintah Daerah segera memindahkan sampah-sampah eksisting di wilayah-wilayah yang bukan peruntukannya termasuk pantai Pandansari;
- Pemerintah provinsi melakukan evaluasi yang komprehensif terhadap program TPSS yang dilakukan oleh DLH Bantul;
Narahubung:
Elki Setiyo. H (Kadiv Kampanye dan Advokasi WALHI Yogyakarta) +6289653178486
Haryanto (Forum Peduli Gadingsari) +6282133266271
Related Articles
Related
Follow Us
Join
Subscribe For Updates
Dapatkan update berita terbaru seputar analisis, siaran pers, serta beberapa hasil publikasi lainnya dari kami.
WALHI YOGYAKARTA
- Beranda
- analisis
- tentang kami