Warga Wadas sudah menolak rencana pertambangan batuan andesit di Desa Wadas sebagai bahan material Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener, Purworejo, Jawa Tengah. Bahkan, penolakan dilakukan sebelum terbitnya Surat Keputusan Izin Penetapan Lokasi Nomor 509/41 Tahun 2018 pada tanggal 7 Juni 2018 tentang Persetujuan Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo. Dengan mencantumkan Desa Wadas dalam terbitnya Izin Penetapan Lokasi tersebut menunjukkan bukti kesewenang-wenangan pemerintah dan tidak mengedepankan aspirasi masyarakat Desa Wadas. Berbagai penolakan terus dilakukan oleh Warga Wadas, hingga berbagai kekerasan oleh aparat dialami oleh Warga Wadas. Belum genap 1 tahun sejak peristiwa Jumat 23 April 2021 yang direpresi aparat saat mujahadah, perjuangan warga dalam mempertahankan keutuhan tanah dan lingkungannya kembali di represi oleh aparat gabungan pada Selasa 8 Februari 2022.
Aparat Kepolisian telah melakukan tindakan nyata berupa kekerasan dan pengepungan oleh kepada warga Desa Wadas, masyarakat sipil yang bersolidaritas dan kuasa hukum warga. Hal tersebut tentunya telah melanggar konstitusi Pasal 28 I Perubahan kedua Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang pada pokoknya mengenai hak untuk tidak disiksa. Dalam hal, pengamanan proses pengukuran. Aparat kepolisian juga melakukan, tindakan kekerasan, penyiksaan dan pengepungan yang dilakukan oleh aparat kepolisian juga melanggar Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Kemudian, ditegaskan di dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu, setiap anggota Polri dilarang melakukan tindakan kekerasan dengan dalih untuk kepentingan umum atau untuk penertiban kerusuhan dan tidak ada pengecualian atau alasan apapun yang dibolehkan untuk menggunakan kekerasan yang tidak berdasarkan hukum.
Warga Wadas mengunjungi beberapa instansi Negara untuk mengajukan keberatan, audiensi, juga pelaporan terhadap rencana pertambangan batuan andesit di Desa Wadas yang rencananya akan digunakan untuk pembangunan Bendungan Bener juga tentang kekerasan Aparat Kepolisian di Desa Wadas pada 8-10 februari 2022 kemarin. Kedatangan warga ke berbagai instansi ini bersama-sama dengan LBH Yogyakarta, LBH Semarang, LBH Sikap, PBH Peradi Wates, LBH Bhijak Ikadin, Walhi Yogyakarta, YLBHI, Walhi, Solidaritas Perempuan, Greenpeace, Trend Asia, LBH Ansor dan didukung oleh berbagai jaringan masyarakat sipil lainnya.
Sejak hari Rabu hingga Jumat, tanggal 23 sampai 25 Februari 2022, perwakilan dari Warga Wadas yang tergabung dalam Gempa Dewa mendatangi beberapa instansi Negara. Pada hari rabu, 23 februari perwakilan warga mendatangi kompolnas untuk melakukan pengaduan, pada hari kamis, 24 februari 2022, warga mendatangi Kantor Staf Presiden (KSP), Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Komnas HAM, Komnas Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ombudsman, Kompolnas, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Kementerian ESDM RI.
Jumat, 25 februari 2022, warga melakukan pelaporan ke Divisi Propam Polri, Irwasum dan Kapolri serta melakukan aksi damai di depan mabes Polri. Adapun hasil pertemuan dari agenda tersebut adalah sebagai berikut:
1. Laporan dan pengaduan ke Kompolnas
Warga Wadas melakukan proses audiensi dan sekaligus pengaduan ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Dari pengaduan ini, warga tidak banyak mendapatkan solusi. Pihak Kompolnas hanya menjanjikan adanya serangkaian investigasi berkelanjutan atas apa yang terjadi di Wadas agar dapat kronologis yang utuh untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja kepolisian.
2. Laporan dan Pengaduan ke Kantor Staf Presiden (KSP)
Pada audiensi di Kantor Staf Presiden, Kedeputian IV yang menemui warga mendengarkan apa saja tindak kekerasan dan intimidasi yang dialami warga pada 8 Februari 2022 dan mengapa warga bertahan tidak menginginkan adanya pertambangan batuan andesit di desanya. Setelah mendengarkan aduan warga, Para tenaga ahli KSP masih mempertanyakan apa solusi yang bisa diberikan warga, serta apakah pilihan warga menolak tambang ini harga mati yang tidak bisa lagi dicari jalan tengahnya. Warga Wadas dalam balasannya saat itu menyatakan tetap akan menolak pertambangan karena 3 hal: (1) Wilayah yang akan ditambang adalah Wilayah Kelola Rakyat yang produktif. Catatan WALHI Yogyakarta bersama warga Wadas diperkirakan per tahun setidaknya pendapatan total warga bisa mencapai 8,5M; (2) Rencana pengadaan tanah di Desa Wadas sejak awal sudah dimanipulasi, karena menggunakan mekanisme pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Padahal berdasar UU No. 2/2012 dan PP No. 19/2021, dipastikan bahwa pertambangan tidak termasuk dalam proyek untuk kepentingan umum; (3) Tidak ada Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk tambang batu andesit di Wadas.
3. Laporan dan Pengaduan ke Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
Warga yang melakukan pelaporan dan pengaduan ke KLHK ditemui oleh Sub Direktorat Penanganan Pengaduan di Direktorat Pengaduan, Pengawasan Dan Sanksi Administrasi. Warga menyampaikan bahwa berdasar hasil penilaian amdal oleh sejumlah ahli dan akademisi menemukan bahwa AMDAL untuk aktivitas di Wadas tidak valid (Konsultasi publik tidak dua arah, Mengabaikan penolakan warga wadas terhadap rencana kegiatan penambangan batuan andesit, Analisis resiko dilakukan tidak komprehensif dan berpotensi menimbulkan dampak serius, Penelitian tidak dilakukan mendalam dan hanya sepintas lalu, Pembangunan bendungan dan pertambangan harusnya adalah kegiatan terpisah menurut UU 3 Tahun 2022), sehingga KLHK harus mulai meninjau ulang AMDAL yang telah diterbitkan.
4. Pengajuan keberatan kepada Kementerian ESDM
Warga Wadas menyerahkan surat keberatan dan protes atas tindakan Kementerian ESDM yang menerbitkan surat bernomor T-178/MB.04/DJB.M/2021 tertanggal 28 Juli 2021 atas nama Dirjen Minerba, Ridwan Djamaluddin. Surat ini menanggapi surat Dirjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) No. PR.02.01-DA/758 tertanggal 24 Juni 2021 tentang Permohonan Rekomendasi Perizinan Penambangan untuk Kepentingan Sendiri PSN Pembangunan Bendungan Bener. Dalam surat itu, Ridwan Djamaluddin menyetujui kegiatan pengambilan material Quarry berupa batuan andesit untuk pembangunan proyek strategis nasional (PSN) Bendungan Bener dan tidak memerlukan izin pertambangan.
Jika merujuk pada dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (Andal) Rencana Kegiatan Pembangunan Bendungan Bener Februari 2018, luasan yang tercatat untuk ekstraksi pertambangan batuan andesit mencapai 140 hektar. Jika merujuk Pasal 59 UU Minerba No.3 Tahun 2020, maka izin yang wajib dimiliki adalah Izin Usaha Pertambangan (IUP) Batuan. Sedangkan selama ini, penambangan yang dilakukan oleh perusahaan milik negara baik BUMN maupun BUMD dalam melakukan penambangan, tetap diwajibkan memiliki izin usaha untuk dapat melakukan penambangan sebagaimana ketentuan dalam UU Minerba. Jika dilakukan tanpa izin, maka hal tersebut merupakan illegal mining atau penambangan tanpa izin yang merupakan pelanggaran terhadap Pasal 35 UU Minerba 3 tahun 2020 yang dapat dikenakan sanksi sebagaimana ketentuan Pasal 158 dengan ancaman penjara 5 (lima) tahun dan denda Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah).
5. Laporan Komnas HAM
Komnas HAM menerima kedatangan masyarakat tepat setelah konferensi pers terkait wadas dilakukan di Gedung Komnas HAM. Dalam pertemuan yang berlangsung singkat tersebut Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara menjelaskan poin terkait konferensi pers dan akan mengirimkan hasil investigasi kepada pihak yang bersinggungan dengan konflik SDA di Wadas; di antaranya Kementerian terkait, Gubernur Jawa Tengah, Bupati Purworejo dan pihak lain yang dirasa perlu. Dalam pertemuan ini masyarakat dalam hal ini perwakilan Wadon Wadas juga menyampaikan bahwa kehadiran polisi sampai hari ini mengakibatkan masyarakat ketakutan. Untuk itu, Komnas HAM akan mengkoordinasikan kembali dengan Kapolres. Beka juga menjelaskan bahwa Komnas HAM akan berkoordinasi dengan KPAI dan Komnas Perempuan untuk proses trauma healing warga Wadas.
6. Laporan Komnas Perempuan
Komnas Perempuan menekankan bahwa konflik Sumber Daya Alam dan tata ruang merupakan pelanggaran HAM yang sangat serius dan mereka sedang fokus dalam investigasi dan pemantauan terkait konflik SDA salah satunya adalah kasus yang terjadi di Wadas. Terkait Wadas sendiri, Komisioner Komnas Perempuan Rainy M Hutabarat menegaskan bahawa terjadi pelanggaran HAM tidak hanya Hak Ekonomi Sosial Budaya, tetapi juga Hak Sipil Politik. Komnas Perempuan menyatakan akan melakukan investigasi langsung ke desa Wadas untuk mendapatkan data dengan melibatkan masyarakat dan juga Wadon Wadas, serta mengkonsolidasikan Trauma Healing bagi warga. Selain itu, mereka juga akan tetap mendorong adanya pelibatan perempuan dalam pengambilan keputusan serta mendukung perjuangan perempuan seperti yang dilakukan oleh Wadon Wadas.
Komnas Perempuan juga fokus terhadap upaya serangan digital maupun bentuk ancaman lainnya yang dialami masyarakat wadas maupun pendamping hukum sebagai pembela HAM.
7. Laporan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
Warga yang mendatangi LPSK adalah 2 orang warga yang sempat ditahan dan prosesnya sudah masuk ke dalam proses penyelidikan. Dalam proses audiensi ini, warga menjelaskan fakta yang terjadi saat pengepungan polisi di Desa Wadas dan juga persoalan tambang batuan andesit. LPSK menyampaikan bahwa akan melakukan investigasi lebih lanjut terhadap laporan warga.
8. Laporan KPAI
Pengerahan aparat kepolisian di Desa Wadas secara berlebihan disertai penangkapan sewenang-wenang termasuk kepada anak-anak merupakan bentuk kekerasan yang dampaknya penderitaan secara fisik dan psikis, serta perampasan kemerdekaan anak secara melawan hukum. Fakta bahwa hingga hari ini anak-anak di Desa Wadas mengalami trauma yang berkepanjangan karena kehadiran aparat berlebih yang menangkap orang tua, saudara, tetangga, bahkan beberapa teman sepermainan mereka. Atas kejadian itu pula, anak-anak tidak bepergian ke sekolah karena mengalami ketakutan. Hingga saat ini, sebagian anak-anak selalu menundukan kepala ketika melihat atau mendengar suara mobil, ketukan pintu, kerumunan orang, saat melihat polisi. Mereka juga tidak dapat fokus belajar karena masih dihantui oleh rasa takut.
Beberapa hal di atas kemudian diadukan oleh warga Wadas ke KPAI dan mereka merespon dengan pernyataan bahwa akan dilakukan proses pengawasan terhadap pelaksanaan dan pemenuhan hak anak termasuk upaya pemulihan trauma. KPAI juga akan melakukan serangkaian upaya atas tindakan terhadap proses penangkapan, pemeriksaan dan penahanan anak di bawah umur yang dilakukan oleh Polres Purworejo.
9. Laporan Ombudsman RI
Perwakilan dari warga juga melaporkan kasus yang terjadi di Wadas kepada pihak Ombudsman. Dari proses kami mendapati 2 poin utama; Pertama, pengerahan aparat bersenjata di Desa Wadas yang dilakukan dalam rangka pengukuran oleh BPN merupakan bentuk penggunaan Kewenangan secara berlebihan dan tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Polri. Bahkan perintah ini diduga kuat berasal dari perintah sejumlah Instansi Pemerintahan, yang meminta untuk melancarkan bisnis dan investasi. Sehingga Ombudsman wajib untuk mendalami dan melakukan pemeriksaan atas catatan tersebut.
Kedua, terkait dengan maladministrasi proses penambangan Batu Andesit di Desa Wadas. Dalam proses hearing, Ombudsman lebih berfokus pada fakta adanya kelompok warga yang Pro terhadap proyek pertambangan, tanpa melihat secara menyeluruh bahwa penambangan andesit di desa Wadas merupakan satu kesatuan dalam proses pembangunan Bendungan Bener yang menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) yang telah dimulai pada 2017 lalu.
10. Laporan dan Pengaduan ke Divisi Propam Mabes Polri
Perwakilan warga melakukan pelaporan dan pengaduan ke Divisi Propam Polri terhadap adanya dugaan tindakan sewenang-wenang dan ketidakprofesionalan yang dilakukan oleh Kapolda Jateng, Wakapolda Jateng sera Kapolres Purworejo terkait pengamanan kegiatan pengukuran tanah di lokasi IPL Bendungan Bener di Desa Wadas. Laporan ini sudah diterima oleh Propam dan sudah menerima surat penerimaan surat pengaduan dengan nomor SPSP2/1266/II/2022/Bagyanduan.
11. Laporan ke Irwasum dan Kapolri
Sedang berjalan saat konferensi pers ini diadakan dan akan diupdate kemudian.
Dari beberapa alasan diatas kami Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPA DEWA) menyatakan sikap sebagai berikut:
- Mendesak berbagai instansi/lembaga yang telah menerima keberatan, pelaporan, maupun audiensi Warga Wadas untuk menindaklanjuti dan mendukung tuntutan Warga Wadas atas penolakan tambang serta mengusut tuntas atas peristiwa kekerasan yang telah dialami oleh Warga Wadas;
- Menolak Izin Penetapan Lokasi Bendungan Bener yang memasukkan Desa Wadas sebagai lokasi pertambangan batuan andesit di Desa Wadas;
Mendesak Presiden Joko Widodo dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo agar tidak menambang di Desa Wadas dengan dalih kepentingan umum atau dalih apapun;
Hidup Rakyat!!!
Jakarta, 25 Februari 2022
Hormat Kami
Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPA DEWA)
Narahubung:
- Julian Duwi Prasetya, Kepala Divisi Advokasi LBH Yogyakarta: 0812-2750-765
- Zainal Arifin, Kepala Divisi Advokasi, Kampanye dan Jaringan YLBHI: 0813-9128-2443
- Fanny Tri Jambore, Manajer Kampanye Isu Tambang dan Energi Eksekutif Nasional Walhi: 0838-5764-2883
- Dinda Nur Annisa Yura, Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan: 0812-1402-4197
- Julius Ibrani, Ketua PBHI nasional: 0813-1496-9726