Teknologi Rdf Belum Menjadi Solusi Permasalahan Sampah di DIY

Written by walhijogja

siaran pers

26 Agustus 2024

Pemerintah daerah Yogyakarta mengumumkan TPA Piyungan akan ditutup secara permanen. Penutupan TPA Piyungan diumumkan pada hari selasa, 05 Maret 2024. Pemerintah daerah berharap ini akan menjadi titik balik praktik pengelolaan sampah di DIY. Pemerintah daerah meminta kabupaten Bantul, Yogyakarta kota, dan Sleman untuk dapat mengelola sampahnya secara mandiri di setiap kawasan tersebut. Setelah pengumuman tersebut, TPA Piyungan rencananya akan digunakan sebagai Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) untuk wilayah kota. Hasil dari pengelolaan tersebut rencananya akan berbentuk RDF yang digunakan campuran Batu Bara. Refuse Derived Fuel atau yang disingkat RDF merupakan hasil pengelolaan sampah kering untuk menurunkan kadar air hingga <25% dan menaikkan nilai kalornya.
Rencana tersebut ditolak oleh warga di sekitar TPA Piyungan. Proyek-proyek pengelolaan sampah sebelumnya telah merugikan warga, sehingga penolakan yang dilakukan oleh warga hari ini bukan tanpa sebab. Warga di sekitar TPA Piyungan adalah pihak yang paling dirugikan, khususnya kerugian pada dampak-dampak lingkungannya. Selama 30 tahun masyarakat di sekitar TPA Piyungan mengalami dampak negatif lingkungan hidup yang signifikan terutama terkait penecemaran air.

Keterlibatan masyarakat merupakan suatu hal yang penting karena paradigma desentralistik seharusnya dapat melibatkan semua elemen termasuk masyarakat yang tinggal di sekitar TPA Piyungan. Salah satu dampak kerugian lingkungan yang dialami warga adalah sumur-sumur warga yang tercemar air lindi dan penumpukkan sampah yang dirasakan masyarakat lokal TPA. Padahal berdasarkan UU No.18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menjelaskan pengurangan sampah di sumbernya merupakan prioritas utama. Hal ini, diperlukannya turunan aturan teknis dari Perpres/Pergub/Perda dengan jelas dalam menjelaskan pengelolaan sampah seperti pengurangan dan penanganan sampah. Sehingga sektor-sektor tertentu seperti Kawasan komersial dan kawasan industri dapat menangani tanggung jawab terhadap sampah yang dihasilkan.

Alih-alih melakukan pengelolaan dan pemulihan lingkungan, pemerintah justru memilih menggunakan sampah-sampah yang ada di TPA Piyungan untuk RDF. Padahal bahan anorganik yang digunakan untuk membuat RDF sendiri merupakan sampah anorganik yang mempunyai kriteria tertentu. Sehingga, tidak semua sampah dapat diolah. Apabila diproduksi dengak skala masif, tidak menutup kemungkinan justru sampah yang tidak sesuai kriteria tetap tidak terolah, dan disisi lain justru akan terjadi impor sampah, seperti di beberapa wilayah yang telah menggunakan teknologi RDF. Pembakaran RDF juga tidak menutup kemungkinan dapat berakibat pada terjadinya pelepasan karbon ke udara yang semakin memperparah terjadinya perubahan iklim.

Melalui hal tersebut, WALHI Yogyakarta mendorong pemerintah DIY untuk serius mempertimbangkan penerapan paradigma desentralistik dalam pengelolaan sampah dengan memberikan rekomendasi,

Rekomendasi

  1. Menghilangkan hambatan pengelolaan demi pemenuhan kebutuhan darurat masyarakat atas air.
  2. Perbaikan pengelolaan air secara terpadu, baik IPAL, drainase, resapan, dan layanan air di Yogyakarta.
  3. Memasok air bersih darurat dengan memperhatikan kebutuhan air masyarakat.
  4. Penegakan hukum yang konsisten terhadap pelanggaran tata ruang serta tindak pencemaran dan kerusakan lingkungan.

 

 

Narahubung:

(Elki Setiyo Hadi, Kadiv Kampanye WALHI Yogyakarta) +6289653178486

 

 

 

Related Articles

Related

Follow Us

Join

Subscribe For Updates 

Dapatkan update berita terbaru seputar analisis, siaran pers, serta beberapa hasil publikasi lainnya dari kami.

 

WALHI YOGYAKARTA
  • Beranda
  • analisis
  • tentang kami
Follow Us