Pada tanggal 21 Oktober 2025 Gubernur DIY mendatangi dusun Ngablak, Bawuran, Kec Piyungan, Bantul, Yogyakarta. Gubernur DIY datang ke TPST Piyungan bersama Wali Kota dan Bupati Se-DIY guna melakukan peninjauan untuk kesiapan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu, terutama untuk persiapan proyek pembangunan pengolahan sampah menjadi bahan baku Pembangkit listrik tenaga sampah. Pemerintah Yogyakarta menyebutnya dengan Pengolahan Sampah Energi Listrik (PSEL). Rencananya PSEL ini akan dibangun selama 18 bulan, sehingga akan beroperasi pada tahun 2027.
Rencananya PSEL yang akan dibangun di desa Bawuran, dekat TPST Piyungan ini tidak akan dikelola oleh pemerintah daerah, melainkan akan dikelola langsung oleh pemerintah pusat melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) yang dibentuk rezim Prabowo. Rezim Prabowo berambisi untuk menyelesaikan sampah secara tuntas pada tahun 2029 dengan target 100% sampah terkelola. Rencana ambisius tersebut tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2025-2029. Guna mencapai target tersebut terdapat beberapa strategi. Salah satu strategi yang dilakukan dengan mendorong waste to energy, melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 109/2025 tentang Penanganan Sampah Perkotaan Melalui Pengolahan Sampah Menjadi Energi Terbarukan Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Tidak tanggung-tanggung melalui BPI Danantara, anggaran yang diproyeksikan untuk menuju waste to energy adalah 2 sampai 3 triliun dengan target 33 lokasi PSEL di seluruh Indonesia.
Yogyakarta menjadi salah satu target lokasi PSEL yang merupakan bagian dari Proyek Strategi Nasional (PSN) ini. Guna memperlancar persiapan tersebut pemerintah daerah harus menyiapkan lahan untuk proyek PSEL. Pemerintah daerah juga mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan sampah dengan total volume 1000 ton/hari untuk operasional. Apabila tidak memenuhi kuota tersebut maka pemerintah daerah harus membayar kompensasi. Beban layanan (tipping fee) atau pengelolaan sampah yang selama ini diserahkan ke pemerintah daerah akan lansung diteruskan ke struktur tarif listrik dalam Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL).
Apabila dilihat dari track record pengelolaan sampah di Yogyakarta hingga hari ini, proyek PSEL ini akan sangat riskan. Melihat bagaimana proyek-proyek pembangunan PLTSA di Surabaya dan Solo belum dapat menyelesaikan permaslaahan sampah di wilayah urban maupun wilayah penyangga. Terlihat akan sangat dipaksaaan dan terburu-buru apabila Yogyakarta menerima proyek PSEL yang rencananya akan di bangun di wilayah dekat TPST Piyungan. Mengingat proyek sebelumnya yaitu ITF Bawuran juga belum beroprasional secara optimal, karena hanya mampu mengolah 25-30 ton/hari yang tidak sesuai target.
WALHI Yogyakarta menilai pembangunan PSEL masih belum menjadi solusi atas permasalahan sampah yang ada di Yogyakarta. Alih-alih menyelesaikan permasalahan sampah terdapat potensi pencemaran udara. Proyek waste to energy di Indonesia masih menjadi program penyelesaian sampah menggunakan solusi palsu. Mengingat proyel waste to energy yang diterapkan di Indonesia masih menggunakan metode pembakaran (insenerasi) dan hasil energi yang dihasilkan juga tidak sebanding. Pembakaran sampah dapat mengasilkan zat-zat beracun seperti dioksin dan furan, yaitu zat yang berbahata untuk kesehatan manusia. Di tambah masih buruknya tata kelola TPA di indonesia yang masih menggunakan open dumpung dan pengelolaan TPA B3 khusus yang buruk. Rendahnya angka pemilahan menambah pemicu semakin berbahayanya apabila proyek waste to energy melalui PSEL ini dipaksa untuk digenjot. Operasional PSEL di Bawuran memerlukan suplai air besar yang rencananya akan disuplai oleh PDAM dan mengambil air dari sungai Oyo yang tentu saja akan mempengaruhi kondisi air di wilayah tersebut. Selain ancaman degradasi lingkungan, pelibatan Danantara semakin menambah resiko ini menjadi lebih kompleks, terdapat resiko kegagalan proyek yang sangat besar. Tercermin dari kegagalan protipe yang ada di Jakarta, Surabaya dan Solo. Alih-alih memulihkan lingkungan yang rusak akibat kegagalan pengelolaan TPA Piyungan, PSLE mempunyai potensi untuk memperparah degradasi lingkungan yang terjadi di wilayah tersebutSampah telah menjadi masalah laten di Yogyakarta, penyelesaian-penyelesaian dengan menggunakan mesin dan metode insenerasi, terbukti tidak efektif dalam menyelesaikan permasalahan lingkungan. Di sisi lain proyek waste to energy di Indonesia masih penuh dengan berbagai permasalahan, ditambah dengan pengelolaan yang diserahkan oleh Danantara lembaga yang hari ini masih belum mempunyai visi misi jelas, yang tentu saja menambah risiko proyek besar ini. Maka WALHI Yogyakarta merekomendasikan pemerintah daerah Yogyakarta untuk; 1) menolak pembangunan PSLE di Yogyakarta dan solusi-solusi palsu yang masih menggunakan metode pembakaran (insenerasi); 2) beralih ke solusi-solusi dengan menekankan pada prinsip-prinsip berkeadilan, dengan melibatkan berbagai pihak khususnya warga yang terdampak atas permasalahan darurat sampah di Yogyakarta; 3) Menawarkan solusi yang bersifat inklusif dan membangun pengelolaan sampah berbasis pada pengetahuan lokal; 4) Menawarkan solusi dengan menghormati batasan planet dengan bergerak menuju ketercukupan yaitu mengoptimalkan pengurangan di hulu atau sumber sampah; 5) Melakukan pemulihan di sekitar TPA Piyungan

0 Comments