Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Yogyakarta bersama sejumlah komunitas dan individu melakukan penanaman mangrove di Pantai Baros, Bantul, pada Kamis, 23 Desember 2021. Peserta yang telibat dalam kegiatan ini di antaranya ialah 10 Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) anggota WALHI Yogyakarta, komunitas Akar Nafas, dan beberapa individu yang berasal dari sejumlah kampus di Yogyakarta, yakni Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas PGRI Yogyakarta (UPY), serta Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Abimanyu, selaku Kabid Penelitian dan Pengembangan WALHI Yogyakarta, menuturkan bahwa penyelenggaraan kegiatan ini didasarkan pada upaya untuk menahan laju abrasi pantai yang dipicu oleh perubahan iklim.
āDalam rangka mengatasi abrasi yang ada di pantai akibat perubahan iklim, makanya kita berinisiatif menanam mangroveā, tutur Abimanyu.
Di Indonesia, perubahan iklim menjadi persoalan yang dihadapi hampir di seluruh wilayah, tidak terkecuali di Yogyakarta. Hendi, anggota komunitas Akar Nafas, menuturkan bahwa penanaman mangrove menjadi penting untuk dilakukan sebab perubahan iklim memicu terjadinya peningkatan volume air laut. Meningkatnya volume air laut inilah yang memicu terjadinya abrasi di daerah-daerah pesisir pantai.
Selain berfungsi untuk menahan laju abrasi air laut, tumbuhan mangrove juga memilik beragam manfaat lain. Santi, anggota komunitas Akar Nafas, memaparkan sejumlah manfaat lain yang dimiliki oleh tumbuhan mangrove, baik bagi ekosistem pantai maupun lingkungan yang lebih luas. Tumbuhan mangrove dapat menjadi habitat sejumlah burung, yang salah satunya ialah burung kuntul. Berikutnya, akar tamanan mangrove memiliki manfaat untuk menetralisir kadar garam air laut. Ruas-ruas akar tumbuhan ini, menurut Santi, seringkali menjadi habitat bagi sejumlah hewan laut sekaligus menjadi tempat berpijah ikan-ikan laut.
Di samping itu, ia juga menuturkan, tumbuhan mangrove memiliki kapasitas untuk menyerap karbon empat kali lipat lebih besar ketimbang tumbuhan hutan biasa. āSelain dia menyerap karbon juga untuk membuat ekosistem yang hijau di pesisirā, tutur Santi.
Ada 100 bibit mangrove yang ditanam dalam kegiatan ini. Jumlah mangrove yang ditanam itu terbagi dalam dua jenis, yakni soneratia dan rhizophora. Kedua jenis itu ditanam di zona yang berbeda berdasarkan pada fungsi masing-masing.
Abimanyu menerangka, jenis soneratia ditanam di zona 1 yang terletak di dekat bibir pantai. Zona ini berfungsi sebagai garda depan untuk menahan abrasi secara langsung. Sementara itu, jenis rhizophora ditanam di zona 2 yang terletak lebih dalam dari garis pantai. Zona ini berfungsi sebagai penyanggah ekosistem di kawasan pantai Baros.
Abimanyu juga menutur, kegiatan ini tidak hanya selesai pada aktivitas menanam. Setelah aktivitas penanaman ini akan dilakukan monitoring dalam kurun satu sampai dua kali dalam seminggu. Hal tersebut menjadi upaya untuk melakukan perawatan sehingga mangrove dapat tumbuh dengan baik. Ketika bibit mangrove dapat tumbuh dengan baik, maka harapan untuk mengembalikan kelestarian lingkungan, khususnya di Pantai Baros, dapat terwujud. āKita sama-sama lah memiliki keinginan untuk melestarikan lingkungan di sekitar Pantai Baros.ā
Dipilihnya Pantai Baros sebagai lokasi kegiatan ini, terang Abimanyu, didasarkan pada sejumlah alasan. Pertama, Pantai yang menjadi muara Sungai Opak dan Sungai Oyo ini telah mengalami abrasi yang lumayan parah. Kedua, Pantai Baros masih meyimpan ruang untuk dijadikan sebagai kawasan konservasi ketimbang pantai-pantai lain yang terdapat di Yogyakarta. Pesatnya perkembangan industri pariwisata di Yogyakarta sehingga banyak pantai-pantai dikonversi menjadi kawasan wisata memicu keterbatasan ruang-ruang konservasi di provinsi ini.
Bayu Maulana