Pengosongan Depo dan Aksi Ekspor Sampah DIY: Libur Lebaran Berpotensi Perparah Krisis Sampah DIY 

by | Mar 27, 2025 | Kota, Siaran Pers | 0 comments

Menjelang libur lebaran tahun 2025, Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta memproyeksikan akan ada 1,1 juta wisatawan yang akan mengunjungi destinasi wisata di Yogyakarta. Proyeksi tersebut, didasarkan pada pergerakan 9% dari wisatawan yang datang pada tahun sebelumnya. Hal tersebut tentu saja akan mempengaruhi jumlah timbulan sampah yang masuk ke Yogyakarta. Apabila diasumsikan setiap orang memproduksi sampah sebesar 0.5 kg/hari. Maka terdapat potensi sampah yang akan masuk ke Yogyakarta sebesar 550 ton/hari. Jumlah sampah tersebut merupakan pengihutangan minimum dan terdapat potensi jumlanya akan lebih besar. Apabila merujuk pada hari libur tahun baru 2025 sebelumnya, terlihat bagaimana ketidaksiapan pemprov DIY dalam menangani permaslaahan sampah, yang akhirnya sampah Kota Yogyakarta kembali dibuang di TPA Piyungan, yang saat itu statusnya telah ditutup.  

Beny Suharso (Sekertaris Daerah) Yogyakarta  menyatakan bahwa Pemda DIY telah bersepakat untuk mengosongkan beberapa depo di wilayah kota Yogyakarta. Tentu saja, hal tersebut dilakukan untuk mempercantik dan membuat citra baik untuk wisatawan. WALHI Yogyakarta mengonfirmasi bahwa memang terdapat depo, seperti depo di Purawisata yang telah dikosongkan. Tetapi upaya pengosongan depo tersebut belum menjadi tindakan serius Pemerintah DIY dalam menangani permasalahan sampah.  

Tanpa adanya penjelasan sampah-sampah Depo tersebut diarahkan dan diolah seperti apa. Upaya pengosongan depo terlihat hanya sebagai upaya jangka pendek dan justru menimbulkan masalah baru di tempat-tempat lain yang tidak menjadi titik sentral pariwisata di Yogyakarta.  

Menjelang libur lebaran tahun 2025 ini, setidaknya terdapat dua kasus yang justru menunjukkan kondisi krisis persampahan di Yogyakarta. Kasus pertama yang dapat kita lihat adalah penumpukan sampah di wilayah Ringroad Selatan, yang merupakan daerah perbatasan antara kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta. Kasus kedua yang terjadi adalah empat truk dari Kabupaten Sleman yang melakukan pembuangan sampah di wilayaj Kemalang, Klaten.  

Apabila merujuk pada Pasal 9 UU nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan sampah, Pemerintah Kabupaten/Kota mempunyai wewenang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang dilaksanakan pihak lain. Tetapi, apabila dilihat dari contoh dua kasus tersebut. Dapat dilihat bahwa kabupaten dan kota di DIY khususnya wilayah Sleman, Kota, dan Bantul belum melakukan pembinaan dan pengawasan yang tepat. Pasal tersebut juga mengatur ketetapan kebijakan dan strategi pengolahan sampah yang didasarkan pada kebijakan nasional dan provinsi. Selain itu, pada pasal 8, pemerintah Provinsi mempunyai wewenang untuk menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja kabupaten/kota dalam pengelolaan sampah dan memfasilitasi perselisihan pengelolaan sampah antar kabupaten/kota dalam 1 provinsi. Artinya, adanya sampah liar di Ringgroad selatan, dan ekspor sampah yang berasal dari Kabupaten Sleman harus difasilitasi oleh pemprov DIY. Apabila merujuk pada UU nomor 8 tahun 2018 tentang Pengelolaan Sampah tidak ada celah ketika pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten untuk mengatakan bahwa sampah tersebut di luar tanggungjawab mereka.  

Berdasarkan berkelindanannya permasalahan sampah di DIY, WALHI Yogyakarta merekomendasikan untuk: 1) Pemerintah provinsi Yogyakarta melakukan koordinasi antar stakeholder guna mempersiapkan potensi adanya penumpukan sampah di berbagai wilayah di DIY; 2) Pemerintah provinsi memberikan evaluasi terhadap kabupaten atau kota yang telah melakukan ekspor sampah di kabupaten maupun provinsi lain, seperti di Klaten dan wilayah-wilayah lain; 3) Melakukan penanganan dengan upaya pengelolaan di depo, dan mengupayakan adanya regulasi pengurangan dari sumber sampah 

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *